Home / Kajian Islami / Peran Ulama Dan Santri Bagi Kemerdekaan Indonesia

Peran Ulama Dan Santri Bagi Kemerdekaan Indonesia

Gambar terkait

Sebelum kita melangkah jauh, sekarang apa  itu yang di maksud “Al-ulama’u umana’ur rosul “? , selama ini yang jelas mereka yang membawa misi dan amanah Rosulillah SAW. Jadi secara umun prolognya begini :  paska konstantonopel direbut oleh dinasti Usmaniyah orang-orang Eropa mencari solusi alternative untuk mendapatkan kekayaan-kekayaan alam yang tidak dimiliki mereka, jadi kalau kita runut, awal kerajaan  di Jawa yaitu Raden Fattah di Demak yaitu sekitar 1500 tahun lebih itu beliau sudah menyebarkan semangat jihad untuk mengusir kolonialisme bentuk penjajahan yang ada di Jawa.

Para sejarawan mencatat ada tiga faktor para kolonialis berekspansi, jajahan pertama karena tambang mulia emas perak dan sebagainya, yang kedua mereka ekspansi militer karena glory (puncak kejayaan dalam struktur pemerintahan) yang ada misis namanya tespel (upaya-upaya untuk gerakan kristenisasi), di akui atau tidak di Indonesia pada umumnya Jawa terutama kekayaannya melimpah ruah dan pada waktu itu kekuasaan bersentral pada ikon-ikon setempat seperti raja dan lain sebagainya. Jadi putranya yang bernama raden Pati Unus digerakkan Malawan Portugis, jadi awalnya penjajahan itu diawali belanda. Sebenarnya mereka di VOC itu hanya gerakan militer, tapi mereka para serikat dagang para bisnismen yang mencoba peruntungan nasib di wilayah nusantara , tapi lucunya kok bisa awal mulanya kita hanya dijajah diambil kekayaan alamnya sampai pada menjelang 1800 setelah ditekan inggris kalah, akhirnya mereka mengerahkan kekuatan militer. Jadi awalnya itu dagang. Jadi kalau dibilang 350 tahun itu sangat memugkinkan benarnya, karena gerakan-gerakan para jihadis ini dimulai dari kerajaan Demak.  Saya ibaratkan Indonesia ini sangat subur yang diminati  negara-negara besar, seperti ada semacam revalitas antara inggris dan portugis untuk mampu mengaleksasi untuk mencaplok wilayah indonesia.

Disinilah tema kita tentang ulama dan santri. Mbah Hasyim Asyari itu pada tahun 1914 beliau pulang dari Makkah berfatwa jihad “hubbul wathon minal iman” ini bukan hadis tapi jargon yang dikumandangkan oleh Beliau KH. Hasyim Asyari dengan upaya untuk menjadi media mempersatukan bangsa-bangsa untuk menjadi media  menyatukan Negara Nusantara, yang perlu kita kaji lagi ‘apakah sebelum fatwa itu sudah ada gerakan?’ sudah banyak karena pada tahun 1916 lahirlah gerakan Nahdlotul Waton tahun 1919 gerakan Nahdlotut Tujar yaitu  gerakan para bisnismen interprener untuk membantu ekonomi kerakyatan dan juga pada tahun itu berkembangkah gerakan” harokah tasfirul afkar” sehingga pada waktu itu ada kudeta militer dinasti Usmaniyah king Saud dan kerabatnya di backup oleh Muhammad bin abdul wahhab. Mereka ada upaya menyatukan presepsi pada satu madzhab yaitu madzhab Abu Hanifah dan ingin membongkar Al-atsar at-tarikhiyah bukti sejarah yang ada dikawasan Makkah Madinah, ternyata ide ini dari kelompok yang lain ada yang menerima. Dalam masalah ini meresahkan para ulama’ dan para kiyai.

Ada namanya komite Hijaz, kelompok ulama yang mempunyai kemapuan dialifika tinggi yang bisa bernegoisasi dengan Al-Mamlakah Alaaroby Assaudiyah untuk tidak menyatukan pemahaman islam dalam satu madzhab. Nahdlotul Ulama pada waktu itu menyatakan “biarkan ummat memilih istihadnya sesuai dengan madzhabnya masing-masing”, yang perlu kita garis bawahi, santri ini sudah menjadi sebuah komunitas yang dibackup yang ikonnya itu para masyayeh untuk meneriakkan “hubbul waton minal iman” sampai ada lagu fenomenal “ya lalwaton ya lalwathon hubbul waton minal iman”, bahkan ada yang meriwayatkan bahwa setiap masuk sekolah itu adalah  lagu wajib. Jadi ada banyak indikator-indiaktor peran signifikan dari para santri dan para ulama itu sebelum kemerdekaan. Ketika setelah diplokamirkan kemerdekaan oleh pak Karno terjadi konflik horisontal antara pasukan Inggris yang dipimpin oleh jendral Malabi yang mestinya Inggris itu tujuannnya untuk mengamankan atau mengambil sisa-sisa senjata baik pihak Belanda atau rakyat Indonesia. Tapi melihat kesuburan dan begitu indahnya Indonesia mereka mengalami pemikiran terbalik, tidak jadi penengah lagi, justru malah semangat untuk menjajah Indonesia lagi. Akhirnya seorang wartawan namanya bung Tomo, beliau minta fatwa kepada KH Hasyim Asy’ari dan kiyai sepuh sampai keluar fatwa resolusi jihad. Yang perlu saya smpaikan disini mengawal kemerdekaan itu bukan hanya pra plokamasi saja. Paska kemerdekaan setelah beralih kemerdekaan dari pak Karno ke pak Harto ingin menyamakan menyatukan ideology anak bangsa dengan nama pancasila, akhirnya ada upaya bangsa bernegara. maksudnya rakyat ini multi ras, multi kultur, dan multi lainnya diikat dalam satu ideology namanya pancasila.

Ini menjadi polemik panjang diantara para masyayeh. Saya lihat datanya, termasuk terjadi di mustawarah kyai Ahmad Sidik seorang diplomat ulung mampu yang mampu menjelaskan. Ini terlepas pro dan kontra dan terlepas polemik, tapi waktu itu memang kekuasaan orde baru punya negative thinking (suudlon tinggi) pada para santri dianggap jiwa nasionalisya di ragukan, jadi mereka pada program-program pak harto tidak begitu mendukung. Sampai ditunjang ke MPR sehingga ideology Negara bernama pancasila. melalui perdebatan sengit KH. Ahmad Sidiq sedikit banyak mampu meyakinkan ulama “Dalam bernegara itu ideology pakai pancasila, dalam beragama tetep allhu robbuna Muhammad nabiyuna” artinya begini, pak karno itu sebagai garda depan badan kemerdekaan Indonesia beliau berorasi dari sabang sampai merauke, bangsa-bsngsa yang ada diindonesia ini terikat dalam satu komitmen untuk memerdekakan nusantara, lintas agama, lintas ras dan lintas budaya.

‘Kenapa banyak masyayekh waktu itu taslim?’  ‘dalam musyawarah situbondo, karena dalam undang-undang pasal 29 ayat 1 itu di jelaskan “Negara menjamin kebebasan rakyatnya untuk melaksanakan agamanya masing-masing”, ada juga polemik piagam madinah dan sebagainya. Yang saya abaca disini “ santri, para masyayeh dan para ulama punya peran yang sangat signifikan dalam merumuskan Negara republik Indonesia, sampai sila yg pertama ketuhanan yang maha esa bukan ketuhanan yang maha kuasa (Qul Huwallahu Ahad). Sampai sekarang kita juga mengetahui pro kontra ini, mungkin kalau di definisikan juga panjang tapi yang jelas saya Cuma melihat dari titik partisipasi ulama dan santri dalam memotifasi mereka untuk move on dari Negara yang dijajah menjadi Negara yang merdeka, saya ada cerita dari salah satu masyayeh “ pak karno itu suatu ketika berkonsultasi kepada mbah Wahab Hasbullah , pak karno ini beliau orang cerdas, saya punya buku tentang sanggahan pertanyaan antara beliau Ir.H. Soekarno dan Moh. Nashir, beliau seorang penganut – kalau sekarang – disebut progresif islam , beliau bertanya kepada mbah wahab “ sebenarnya ada tidak konsep sariat atau fiqih yang membahas tentang pengusiran kolonial di Negara Indonesia ?”, dengan sepontan mbah Wahab menjawab :” ada pak, termasuk bab ghosob”, mbah wahab punya asumsi bahwa kolonial mengghosob tanah milik rakyat Indonesia”. Ketika anda lihat di bab ghosob bahwa pemilik boleh meminta kembali milik miliknya baik secara personal atupun melibatkan  kekuasaan. Saya kembali pada ide nation state bangsa, dalam Negara itu juga tidak lepas dari ide-ide jargon mbah hasyim yang mengatakan “hubbul wathon minal iman” (ini bukan hadist , ini fatwa mbah hasyim). Ketika pak Karno mampu membaca  paradigma pemikiran yang dibangun oleh para ulama, bahwasannya Negara ini mampu mengikat perbedaan multi ras, multi kultur, multi persepsi, multi agama maka dari konsep “hubbul wathon” pak Karno membentuk Nation State berbangsa dalam Negara. Jadi yang perlu digaris bawahi disini ide-ide besar para masyayek dan para santri : mereka berupaya meniadakan penjajahan yang ada di nusantara ini dengan berbagai cara. Yang satu tadi menyerukan upaya dari fisik resolusi jihad, ada upaya dari nahdlotut tujjar membangkitkan ekonomi untuk menyingkirkan dominasi arogansi pihak VOC (hanya persatuan dangang yang mampu meluluh lantakkan persatuan Indonesia).

Kenapa harus ada nahdlotut tujjar ?,  ini saya rasa adalah sebuah inisiatif yang baik intuk mengentaskan permasalahan masyarakat yang sekarang ini menjadi problem yang sangat akut dalam kehidupan bersosial ummat islam, sehingga nabi bersabda “kada alfakru an yakuna kufron “ hampir-hampir fakir itu menjadikan kafiron. Jadi yang perlu kita garis bawahi lagi , hubbul wathon itu ada dalil-dalil nya cuma tidak difahami hubbul wathon yang mengalahkan ukhuwah islamiyah. Dari kesimpulan saya nabi ketika masuk madinah dari bepergian nabi mempercepat kudanya, ketika madinah tampak tembok-temboknya beliau begitu senangnya,  oleh alasqolani dikatakan “ itu menunjukkan masyruiyatu hubbil wathon”.

Ada sebuah problem seperti Al-aqolliyyat (muslim minoritas) di Negara maju.  Yang saya lihat konfrontasi yang sampai hari ini belum selesai (India Pakistan). India Pakistan mereka di border saling mengejek, lucunya penjaga perbatasan itu mereka sama-sama orang islam’ mereka mencela muslim karena semangat membela Negara. Sampai ada seorang intelektual dari Pakistan beliau mengatakan “ la wathoniyata fil islam“ (ini tak perlu anda sampaikan keranah public). Kalau levelnya sudah ranah fisik sesama muslim, nasionalisme kita tiadakan, tapi lebih besar dari itu adalah ukhuwah islamiyyah. Tapi dalam kontek penjajahan hubbul wathon kita real. Kita dalam maslah jihad melawan penjajah adalah untuk memberikan kenyamanan beribadh ummat muslim. Jadi hubbul wathon kita ada rasa mencintai ummat islam dan mencintai Negara yang disitu ada ummat islam.

Itu perspektif yang saya bangun dalam kuliah jumat kali ini saya kira peran ulama dan santri sudah cukup. (SYAM/ELQOLAM)

Oleh : KH. ABDULLAH HASYIM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *